Bagaimana Memasyarakatkan Konservasi Air
di
kawasan DAS adalah indikasi nyata dari makin hilangnya fungsi hidrologi DAS.
hak dan
kewajiban yang sama
atas pengelolaan sumberdaya
air. Meluasnya alih
fungsi
wilayah,
sementara pengelolaannya harus satu perencanaan.
banjir dan
kekeringan sejak dini
sesungguhnya jauh lebih
berharga dari pada
diskusi berkepanjangan saat
bencana datang. Dan
yang lebih penting
adalah awareness
masyarakat akan
ancaman banjir dan
kekeringan yang lebih
hebat dan peran
aktif
masyarakat
untuk mengawetkan (konservasi) air dan memanfaatkan secara efisien.
Untuk memenuhi
kebutuhan minum, masak,
cuci, dan kebutuhan
lainnya, setiap orang
membutuhkan
air kurang lebih 2600
liter/kapita/hari atau setara dengan kurang lebih 950
m3/kapita/tahun.
Walaupun potensi ketersediaan air permukaan (terutama dari sungai) di
Indonesia
rata-rata mencapai kurang lebih 15.500 m3/kapita/tahun, tetapi ketersediaanya
sangat
bervariasi menurut tempat dan waktu.
Pulau Jawa
yang penduduknya mencapai
65% potensi air
tawar nasional. Faktanya,
jumlah
ketersediaan air di P. Jawa yang mencapai 30.569,2 juta m3/tahun tidak
mencukupi
untuk memenuhi
kebutuhan air bagi seluruh penduduknya. Artinya di pulau yang terdapat
penduduknya ini
selalu mengalami defisit paling tidak sejak 1995 hingga nanti 2015, dan
defisit air
tersebut mengalami peningkatan. Demikian
juga halnya di
wilayah lain,
walaupun pada
tahun yang sama
masih tergolong surplus,
namun kelebihan air
tersebut
jumlahnya menurun.
Demikian juga ketersediaan sangat
berfluktuasi antara musim
peghujan dan
musim kemarau. Sebagai
contoh, pada musim
penghujan debit air
di S.
Cimanuk mencapai
600 m3/dt tetapi
hanya 20 m3/dt
pada musim kemarau
(Roestam
Sjarief, 2003,
Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Depkimpraswil).
Alih fungsi
lahan di daerah
penyangga, makin meluasnya lahan
kritis (data
Depkimpraswil
menunjukkan 13,1 juta ha tahun 1992 dan sekarang menjadi sekitar 18,5
juta ha) dan
makin luasnya penyebaran daerah aliran sungai (DAS) kritis (22 DAS kritis
pada tahun
1984, menjadi 59
DAS kritis tahun
1998), penebangan liar
(illegal loging)
pada areal
penyangga dan penyebab-penyebab lain
berubahnya fungsi DAS adalah awal
dari hilangnya
volume besar air
melalui aliran permukaan
(surface runoff) yang
seharusnya dapat
dikonservasi untuk dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Faktanya
adalah makin
meningkatnya defisit air
diwilayah kekurangan air
atau menurunnya
ketersediaan
air di daerah surplus. Mengeringnya kantong-kantong air di daerah cekungan
|
Air
Sudah banyak
penelitian dan kajian tentang manfaat konservasi, tetapi memasyarakatkan
teknologi ini
pada masyarakat untuk
diimplementasikan secara berkelanjutan
(sustainable)
masih tetap menjadi angan-angan yang belum terwujud. Faktanya banjir dan
kekeringan masih
sulit dikendalikan dan ditanggulangi.
Beberapa teknik
konservasi air seperti
pemanfaatan embung (small
water reservoir),
sumur resapan,
rorak, dam parit, atau cara lain untuk mengurangi penguapan (evavorasi)
dengan memanfaatkan mulsa
(mulch) adalah teknik
konservasi yang sudah
dikenal
khalayak. Dalam
skala DAS, penetapan kawasan lindung untuk upaya konservasi air juga
sudah lama
diperkenalkan oleh berbagai
lembaga penelitian dan
instansi pemerintah
seperti Balai
Penelitian Tanah, Bogor dan Departemen Kehutanan. Manfaat penghutanan
kembali kawasan
terbuka di daerah
berlereng di DAS
sesungguhnya telah banyak
dirasakan baik
masyarakat di hulu
maupun di hilir,
yakni makin banyaknya
sumber-
sumber air sebagai
dampak dari meningkatnya resapan air di kawasan tersebut.
Pendeknya manfaat
tindakan konservasi air
sudah begitu jelas,
namun bagaimana
mengimplementasikannya
kemasyarakat luas agar tindakan ini menjadi kebutuhannya dan
bisa berlanjut
(sustuinable) masih menjadi
pertanyaan besar. Yang
terpenting adalah
bagaimana menanamkan
kepedulian (awareness) masyarakat
terhadap air dan
iar tidak
selamanya akan
langgeng di sekeliling
mereka tanpa tindakan
konservasi. Masyarakat
sadar bagaimana
pentingnya air pada saat sedang langka namun sedikit sekali yang peduli
untuk memanen air
(water harvesting) pada saat musim hujan dan memanfaatkan secara
efisien. Kebanyakan mereka hanya
berfikir untuk diri
sendiri dari pada
ikut
memperhatikan atau
memikirkan kepentingan masyarakat lain.
Seyogyanya ada
program nyata dari pemerintah untuk mengajak masyarakat untuk peduli
air, tidak hanya
ajakan sebatas pemasyarakatan slogan-slogan "Hari Hemat Air" dan
lain
sebagainya. Namun
program nyata seperti diwajibkannya setiap pemukim untuk membuat
sumur resapan di
setiap rumah, menggalakan program pertanaman, membatasi eksploitasi
berlebih terhadap
air bawah muka tanah (groundwater) dan kegiatan-kegiatan lain serupa.
Selain itu,
menata kebali kawasan
DAS sesuai dengan
karakteristiknya perlu mendapat
prioritas.
Dukungan kebijakan dan peraturan perundangan sangat diperlukan dalam upaya
ini. Sebagai
contoh, masyarakat di kawasan hulu DAS telah menginvestasikan biaya yang
tidak sedikit
untuk tindakan konservasi air (dan tanah). Berfungsi bangunan konservasi air
dan tanah di hulu
akan berdampak pada terkendalinya aliran permukaan dan mengurangi
volume dan
intensitas air kiriman ke kawasan hilir. Secara tidak langsung masyarakat di
hilir tersebut
ditarik "sejumlah biaya"
untuk diserahkan dan
membantu masyarakat di
hulu. Dengan
demikian seluruh komponen masyarakat dari hulu hingga hilir mempunyai
|
penyangga di
hulu menjadi perumahan
dan fasilitas umum
sudah saatnya
dibatasi,
dan sangsi terhadap pelanggar harus secara konsisten diterapkan.
Benturan-benturan kepentingan (conflict of interest)
terhadap pemanfaatan, penyelamatan
dan pengaturan
potensi sumberdaya air
yang tidak bisa
dihindarkan hendaknya disadari
dan
disosialisasikan kepada seluruh komponen masyarakat. Sebagai contoh,
pengendalian
aliran permukaan
(surface runoff) untuk
pengendalian banjir akan
benturan dengan
kepentingan
untuk memenuhi kebutuhan energi listrik (hydropower) yang membutuhkan
runoff yang
besar. Solusinya harus
arif. Kedepan, untuk
satu kawasan DAS
yang
berpotensi sumber
airnya, pembangunan pembangkit
listrik tenaga air
sebaiknya tidak
terlalu besar
kapasitasnya, sehingga potensi
air yang ada
bisa dimanfaatkan juga
untuk
keperluan
sumber irigasi dan keperluan lainnya. Pemanfaatan energi lain (sinar
matahari,
gas
bumi dll) untuk pembangkit listrik akan membantu mengatasi kebutuhan listrik
secara
nasional.
Peran kelembagaan
dalam memasyarakatkan konservasi
air sangat penting.
Pendekatan
masyarakat
(community based) dalam implementasi teknologi konservassi air sangat
layak
dikembangkan.
Dukungan kebijakan, aturan dan hukum di dalam mengelola sumberdaya
air khususnya
tindakan konservasi air
akan memberikan jaminan
masyarakat akan hak
atas air
dan kewajibannya mengelola
sumberdaya air, sehingga
diharapkan masyarakat
makin peduli
dan berperan aktif
dalam melestarikan sumberdaya
air. Keterpaduan antar
wilayah dan
instansi yang menangani
pengelolaan sumberdaya air
sangat diperlukan
khusunya
untuk pengelolaan DAS. Hal ini kerena satu DAS bisa mencakup lebih dari satu
|
D
r . K a s d i S u b a g
y o n o
Penulis
adalah peneliti Konservasi Tanah dan
Pengelolaan
Air Balai Penelitian Tanah, Bogor
(Dimuat
pada Tabloid Sinar Tani, 19 Januari 2004)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar