Kamis, 12 Desember 2013

Misteri Banjir Bandang

Banjir Bandang

Banjir  bandang  (flash  flood)  sering  terjadi  dengan  menyisakan  duka  dan  derita  yang
sangat  mendalam.  Namun  ada  satu  misteri  yang  sampai  saat  ini  belum  terungkap  yaitu:
apa penyebab utama (determinant factor) terjadinya banjir bandang yang sangat dahsyat
itu?

Jawaban ini sangat penting paling tidak untuk menjawab dua pertanyaan pokok yaitu: (1)
apakah  benar  banjir  bandang  itu  akibat  faktor  alam  atau  ulah  manusia?  (2)  siapa  yang
paling bertanggungjawab dalam malapetaka ini? Misteri ini harus dijawab secara tuntas,
karena  penanggulangan  banjir  selama  ini  lebih  difokuskan  pada  penanganan  dampak
pasca  banjir  yang  sifatnya  ad  hock,  seperti  pemadam  kebakaran  dan  tidak  mencari  akar
masalah  esensialnya.  Untuk  menjawab  pertanyaan  ini,  maka  diperlukan  analisis  sistem
hidrologi yang mendalam, sehingga dapat mempresentasikan secara utuh hubungan antara
masukan (input), wadah (system) dan keluaran (output).

Analisis Sistem Hidrologi

Melalui  pendekatan  analisis  sistem  hidrologi  secara  kuantitatif,  maka  setiap  perubahan
masukan (curah hujan) dari suatu sistem   yang dinamis dalam hal ini tutupan lahan (land
cover)  dan  kualitas  penggunaan  lahan  (land  use)  serta   lintasan  air  dalam  suatu  daerah
tangkapan (catchments) dapat diprediksi karakteristik keluarannya (banir). Dalam hal ini
banjir bandang ada dua besaran (magnitude) yang sering digunnakan untuk menentukan
tingkat  bahaya  banjir  yaitu:  debit  puncak  (peak  discharge)  dan  waktu  menuju  debit
puncak (time to peak discharge). Bahkan melalui analisis sistem hidrologi dapat dilakukan
analisis sensitivitas (sensitivity analysis) perubahan besarnya curah hujan           (intensitas
dan durasinya) dan tutupan lahan (jenis, luas, posisi) dan dampaknya terhadap perubahan
debit puncak dan waktu menuju debit puncaknya.

Berkaitan dengan banjir bahorok, maka menurut hukum Hoton besarnya volume air hujan
yang  ditransfer  menjadi  aliran  permukaan  dan  debit  sungai  merupakan  fungsi  curahan
hujan  yang  jatuh  di  daerah  tangkapan  dikurangi  besarnya  interpretasi  tajuk  (canopy
interception).  Kalau  benar  luas  dan  kualitas  hutan  di  daerah  tangkapan  bahorok  masih
baik, maka besarnya substrasi awal curah hujan bisa mencapai 30%, sehingga dari curah
hujan  yang  tercatat  sekitar  110  mm/  hari  secara  sederhana  sudah  direduksi  33  mm,  dan
hanya sekitar 77 mm air hujan yang ditransfer menjadi debit. Dengan kondisi demikian,
maka  secara  teoritis  meskipun  curah  hujan  tersebut  turun  dalam  waktu  2  jam  sekalipun
tidak akan menimbulkan banjir bandang yang sangat luar biasa. Argumen ini didasarkan
pada hasil komputasi banjir bandang di Kali Garang, Jawa Tengah tahun 1990. Pada saat itu
banjir bandang terjadi pada curah hujan dengan kisaran sekitar 200 mm/2-5 jam, itupun
terjadi  karena  selama  satu  minggu  terjadi  curah  hujan  tinggi  secara  terus-menerus,
sehingga kondisi tanah dan tajuknya sudah jenuh. Kondisi ini banjir bandang Semarang
juga  didukung  dengan  kemiringan  DAS  yang  sangat  curam  (beda  tinggi  2000  meter,
dengan  panjang  sungai  rata-rata  24  km),  luas  dan  distribusi  tutupan  lahan  bervegetasi
sangat rendah <15%).

Lebih jauh, apabila luas, distribusi dan kondisi hutan benar masih baik, maka kecepatan
aliran air di sungai utama (main river) akan kurang dari 1 m/detik. Prediksi ini didasarkan
pada  teori  transfer  air  Beven  dan  Kirby  yang  menyatakan  bahwa  aliran  air  dimulai  dari
areal  dekat  sungai  yang  mengalami  penjenuhan  lebih  awal  kemudian  secara  bertahap
menuju areal yang lebih jauh dari sungai. Kalau benar hutan berfungsi dengan baik, maka
kecepatan aliran air di lahan akan jauh di bawah 0,7 m/ detik, sehingga kecepatan air di
saluran  akan  lebih  rendah  1  m/detik.  Sementara  itu  berdasarkan  pemantauan  banjir
bahorok, kecepatan air pada waktu banjir diprakirakan paling tidak 1,4 m/detik. Mengapa
demikian?  Hanya  dengan  volume  dan  kecepatan  aliran  air  yang  tinggi,  maka  banjir
bandang  sungai  bahorok  dapat  mengangkat  masa  kayu  dan  lumpur  yang  sangat  berat.
Kalaupun  ada  yang  berargumen  lahannya  miring  dan  terjadi  longsor,  maka  kondisinya
pasti bersifat setempat (localized) bukan sistemik.

Berkaitan  dengan  kecepatan  aliran  yang  sangat  tinggi,  maka  diprakirakan  telah  terjadi
akselerasi kecepatan aliran air di lahan maupun di sungai-sungai kecil di hulu (orde DAS
rendah),  terutama  di  daerah  dengan  kerapatan  jaringan  hidrologi tinggi,  sehingga  secara
kumulatif  tercermin  dengan  melonjaknya  kecepatan  aliran  air  di  sungai  utama  (main
river).  Secara  mekanistik,  akselerasi  kecepatan  aliran  air  ini  dapat  terjadi  akibat:  (1)
perubahan  kekasaran  permukaan  (surface  roughness)  (misalnya  dari  hutan  ke  lahan
gundul),  dan  (2)  munculnya  alur-alur  baru  serta  perluasan  alur  lama  akibat  aktivitas
manusia.   Dua   kondisi   ini   selain   meningkatkan   kecepatan   aliran   permukaan   juga
meningkatkan volume aliran yang dialirkan.

Pemerintah  bersama  masyarakat  perlu  melakukan  dua  hal  berkaitan  dengan  malapetaka
Bahorok ini: (1) melakukan verifikasi penyebab banjir dan (2) menyusun strategi "flash
flood   management".   Verifikasi   penyebab   banjir   sangat   mudah   dilakukan   apabila
menyertakan penduduk setempat yang tahu persis besaran kerusakan hutan seperti: luas,
lokasi, jenis, penyebab dan waktunya. Penggunaan citra satelit dengan resolusi yang tinggi
dan adaptif terhadap keawanan sangat diperlukan agar identifikasi alih fungsi lahan dapat
dideterminasi lebih akurat.

Flash flood Management

Diperlukan  tiga  kegiatan  utama  dalam  pengelolaan  banjir  bandang  di  wilayah  rawan
banjir:  (1)  monitoring  spasial  dan  temporal  besaran  curah  hujan  serta  dinamika  sistem
(tutupan lahan dan jaringan hidrologi) (2) rekonstruksi model hubungan curah
hujan,  transformasi  penggunaan  lahan  (land  use  transformation)  dan  jaringan  hidrologi
(hydrological drainage network) (3) peta evakuasi korban (evacuation map) apabila banjir
bandang terjadi.

Pengelolaan banjir bandang sangat diperlukan karena, hampir dipastikan jumlah wilayah
rawan banjir terus meningkat pada bulan Desember sampai awal Pebruari dengan tingkat
bahaya yang semakin mencemaskan. Berkaitan dengan butir (1) maka pemerintah melalui
Badan    Meteorologi    dan    Geofisika    harus    melakukan    pemantauan    dini    tentang
kemungkinan   terjadinya   curah   hujan   ekstrim   (exceptional   rainfall)   secara   regular.
Penggunaan  radar  hujan  seperti  yang  dilakukan  negara-negara  maju  sangat  diperlukan
agar  banjir  dapat  dideteksi  lebih  dini.  Sementara  tutupan  lahan  harus  dipantau  oleh
Departemen Kehutanan agar dinamika alih fungsi lahan dapat dipresentasikan secara utuh.
Akan lebih adil (fair) lagi apabila pemantauan tutupan lahan dapat dilakukan pihak ketiga
untuk  menjaga  netralitasnya.  Sedangkan  butir  (2)  dengan  pendekatan  analisis  fraktal
jaringan  hidrologi  (fractal  hydrological  drainage  network),  Balai  Penelitian  Agroklimat
dan  Hidrologi,    Badan  Litbang  Pertanian  telah  menghasilkan  model  tersebut  dan  telah
divalidasi dengan baik di beberapa DAS seperti: DAS Kali Garang, Semarang, Sub DAS
Cikao,  Cilalawi  dan  Ciherang  ketiganya  di  DAS  Citarum,  Jawa  Barat,  DAS  Bunder,
Wonosari,  Daerah  Istimewa  Yogyakarta.  Pendekatan  fraktal  ini  selain  dapat  memodel
hujan menjadi aliran permukaan secara deterministik berdasarkan kaidah hukum-hukum
fisika,    juga    dapat    mengakomodir    perubahan    penggunaan    lahan    serta    analisis
sensitivitasnya.   Adapun   untuk   butir   (3)   harus   dilakukan   pemerintah   kabupaten   dan
propinsi agar wilayah-wilayah rawan banjir bandang disusun zona resikonya dan skema
evakuasinya apabila terjadi banjir bandang. Dengan demikian masyarakat dapat mencari
alternatif  lokasi  dengan  resiko  yang  paling  rendah  dan  mendapat  perlindungan  dari
pemerintah sebagai abdinya.

G a t o t    I r i a n t o
Penulis adalah Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 14 April 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Night Diamond Bloody Red - Busy Flicker