BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Sejarah Pengukuran Tanah
Perkembangan ilmu pengukuran tanah berasal dari bangsa Romawi, yang ditandai dengan pekerjaan konstruksi diseluruh wilayah kekaisaran. Selanjutnya ilmu ini dilestarikan oleh bangsa Arab yang disebut ilmu geometris praktis. Pada abad ke 13, Von Piso dalam karyanya “Practica Geometri” menguraikan cara-cara pengukuran tanah, dilanjutkan oleh Liber Quadratorium mengenai pembagian kuadran (Russel C.B. & Paul R.W., 1987).
Dari segi peralatan, astrolab adalah instrumen yang dipakai pada masa itu. Alat ini berbentuk lingkaran logam dengan penunjuk berputar di pusatnya, yang dipegang oleh cincin diatasnya dan batang silang (cross staff). Panjang batang silang menyebabkan jaraknya bisa diukur dengan perbandingan sudut.
Sejalan dengan perkembangan zaman, pekerjaan pengukuran tanah memerlukan latar belakang latihan teknis pengalaman yang luas di lapangan. Daerah perkotaan berkembang cepat, sehingga petanya memerlukan revisi dan pembaharuan, untuk menggambarkan perubahan-perubahan yang secara profesional menguntungkan bagi banyak orang dalam berbagai cabang pengukuran tanah.
1.2. Geodesi dan Ukur Tanah
Geodesi adalah ilmu yang mempelajari atau menentukan bentuk dan ukuran dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi, yang dinyatakan dengan angka atau peta. Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi, yang terdiri dari :
- Geodesi tinggi : adalah ilmu untuk menentukan bentuk dan ukuran-ukuran permukaan bumi dan memproyeksikannya pada bidang elipsoida, serta menggambarkannya melalui ilmu proyeksi peta pada bidang datar.
- Geodesi rendah : adalah ilmu ukur tanah dan ilmu ukur datar dengan kondisi lapangan terbatas pada penentuan bentuk dan ukuran permukaan bumi yang luasnya kurang dari (50×50) km2.
Oleh karenanya bidang referensi yang seharusnya berbentuk elipsoida dianggap sebagai bidang datar, sehingga bentuk permukaan bumi dapat diproyeksikan pada bidang datar.
1.3. Arti Penting Pengukuran Tanah
Pengukuran tanah merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam bidang rekayasa, terutama dalam bidang teknik sipil. Pengukuran ini diperlukan untuk merencanakan antara lain : jalan raya, jembatan, terowongan, saluran irigasi, bendungan, bangunan gedung, serta pengkaplingan tanah. Para perencana dari bidang Teknik Sipil yang merancang pengukuran harus mengerti metoda dan instrumen yang dipakai termasuk kemampuan alat dan keterbatasannya.
Pengetahuan ini didapat dengan melakukan pengukuran menggunakan peralatan yang dipakai dalam praktek untuk memperoleh konsep mengenai teori kesalahan.
1.4. Peta dan macam Peta
Peta merupakan gambaran dari sebagian permukaan bumi yang diperkecil dengan perbandingan antara jarak diatas peta dengan jarak yang sama diatas permukaan bumi, disebut sebagai skala peta.
Ketelitian dan penggunaan peta tergantung dari skala peta. Berdasarkan skala ini, maka peta dibagi dua bagian yaitu (Suyono Sosrodarsono & Masayoshi Takasaki, 1992) :
(a) Berdasarkan ukuran
- Peta teknis dengan skala 1 : 10.000
- Peta topografi (detail) skala 1 : 10.000 – 1 : 100.000
- Peta Geografi < 1 : 100.000
(b) Berdasarkan penggunaan
- Peta jalan raya untuk keperluan pariwisata
- Peta pengairan untuk keperluan pengaliran saluran air
- Peta geologi menyatakan keadaan geologi suatu daerah
- Peta hidrografi menyatakan dalamnya air laut dan situasi dasar laut yang berguna untuk pelayaran dan pembangunan dermaga
- Peta situasi untuk perencanaan rancang bangunan sipil dan arsitektur.
1.5. Proses Pemetaan Terestris
Landasan pemetaan didasarkan pada pemikiran bahwa permukaan bumi bukan merupakan bidang datar, tetapi berbentuk bidang bola yang tidak teratur. Bidang ini kemudian didekati secara matematis dengan bentuk elipsoida yang mendekati bentuk speris yaitu bidang yang terbentuk akibat perputaran bumi mengelilingi sumbunya (gerak rotasi).
Dalam proses pemetaan yang perlu diperhatikan adalah :
(a) Skala dan pengisian informasi peta : Penentuan skala peta didasarkan pada tingkat ketelitian dan banyaknya informasi yang dibutuhkan mengenai keadaan daerah yang dipetakan. Nilai skala menentukan informasi gambar yang terdapat dalam peta. Peta dengan skala yang lebih besar akan memberikan gambaran yang lebih mendetail untuk daerah cakupan pemetaan.
(b) Proyeksi peta : Proyeksi peta adalah suatu ilmu yang berguna untuk menggambarkan informasi mengenai keadaan permukaan bumi yang diproyeksikan pada bidang datar. Permukaan bumi tidak digambarkan ke sebuah bidang datar, karena akan terjadi deformasi yang melampaui kesalahan relatif yang diperbolehkan. Dalam hal ini, perkembangan berbagai metoda proyeksi agar bentuk topografi suatu daerah di permukaan bumi dapat dipindahkan pada bidang datar dengan tingkat kesalahan sekecil mungkin.
(c) Simbol-simbol pada peta : Peraturan untuk menginformasikan detail permukaan bumi dalam rangka pembuatan peta disebut simbol. Agar terjadi keseragaman, penggunaan simbol-simbol tersebut harus mengikuti standar universal, sehingga memudahkan pemakai dalam penggunaannya.
1.6. Jenis-jenis Pengukuran Tanah
Banyaknya jenis pengukuran tanah bagi keperluan rekayasa memerlukan seseorang yang mengerti aspek-aspek dalam pengukuran, sehingga mereka yang membina karier di bidang pengukuran tanah dan pemetaan, harus memahami setiap tahapan pekerjaan, karena saling terkait.
Jenis-jenis pengukuran tanah antara lain :
(a) Pengukuran titik kontrol : yaitu untuk menetapkan jaringan kerangka horisontal dan vertikal yang berguna sebagai acuan untuk pengukuran yang lain.
(b) Pengukuran persil, batas dan kadastral adalah pengukuran untuk menetapkan batas pemilikan tanah.
(c) Pengukuran hidrografi : yaitu untuk menentukan garis pantai dan kedalaman danau, sungai laut dan lepas pantai, serta lingkungan kelautantermasuk pengukuran dan penyelidikan kelautan.
(d) Pengukuran jalur lintas : yaitu pengukuran yang dilaksanakan untuk merencanakan, merancang dan membangun jalan baja, jalan raya, jalur pipa dan proyek-proyek dalam bentuk memanjang lainnya. Biasanya dimulai dari sebuah titik kontrol yang telah disepakati bersama oleh pihak yang terkait.
(e) Pengukuran konstruksi : yaitu pengukuran yang dilaksanakan untuk memantau kemajuan proses konstruksi, mengendalikan evaluasi, kedudukan horisontal, ukuran-ukuran dan konfigurasi. Pengukuran ini juga penting dalam menghitung tahapan-tahapan pembiayaan konstruksi.
(f) Pengukuran tambang : yaitu pengukuran yang dilaksanakan di atas dan di bawah tanah untuk pedoman penggalian terowongan dan pekerjaan-pekerjaan yang lain yang berkaitan dengan pertambangan termasuk survey untuk eksplorasi mineral dan sumber daya energi.
1.7. Teori Kesalahan
Teori kesalahan didasarkan bahwa tidak ada pengukuran yang tepat dan harga sebenarnya dari suatu pengukuran tidak dapat diketahui. Ketelitian pengukuran tanah tergantung pada, keandalan peralatan yang dipakai, kondisi alam dan batas kemampuan manusia dalam menginterpretasikan data guna lebih mendekati keadaan yang sebenarnya.
Kesalahan dapat terjadi karena faktor-faktor pendalaman permasalahan, kelalaian, pertimbangan yang kurang baik. Sumber-sumber kesalahan dalam pengukuran dapat di kategorikan antara lain :
- Kesalahan alamiah : disebabkan oleh perubahan cuaca, suhu, kelengasan udara, gaya berat.
- Kesalahan instrumental : disebabkan oleh ketidak-sempurnaan konstruksi atau kesalahan pengaturan instrumen. Hal ini dapat diatasi dengan memakai prosedur pengukuran yang benar dan memberikan koreksi yang tepat.
- Kesalahan pribadi : kesalahan ini dikarenakan kecerobohan pemakai dalam penggunaan alat tersebut.
Jenis-jenis kesalahan dalam pengukuran, diantaranya yaitu :
- Kesalahan sistematik : di kenal sebagai kesalahan kumulatif yang dapat dihitung dan pengaruhnya dihilangkan dengan cara memberikan koreksi.
- Kesalahan acak : disebut kesalahan insidensial yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar kekuasaan si pengamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar